Skip to main content

Pendakian Gunung Semeru: Menuju Kalimati dan Puncak Mahameru 3676 MdPL

Gunung Semeru
Gunung Semeru dari Jamban Kalimati
Setelah selesai sarapan, dengan proses dua kali menanak nasi (pertama hasilku menasak nasinya keras haha). Kami berkemas, melanjutkan perjalanan ke camp area kedua yaitu di Kalimati.

Tanjakan Cinta

Pertama yang dilewati adalah tanjakan cinta. Yang konon bila kita melewati tanjakan itu tanpa menoleh ke belakang dan dengan memikirkan seseorang maka itu akan terwujud. Terlepas dari benar dan tidaknya, mumpung lewat kan ya aku coba aja. Tapi yamg terjadi malah tidak memikirkan orang yang dituju tapi malah," Jangan noleh, jangan menoleh! Dikit lagi nyampe atas!" Gagal fokus cuy! Nggak tau kalau yang lain gimana.

Sampai di atas pemandangannya beuh, subhanallah! Sayangnya gak sempet mengabadikan pemandangan. Pas baliknya, sekalinya berkesempatan motret cuaca berkabut. Kami rehat sejenak, dengan kondisi perut kram rasanya langsung merem trus pas melek udah di rumah, di atas kasur guling-guling.
Ranu Kumbolo dari Tanjakan Cinta
Ranu Kumbolo dari Tanjakan Cinta
Ceritanya telat, biasanya akhir bulan eh belum datang juga karena khawatir kalau nanti pas bahagia langsung keluar di perjalanan kan berabe jadinya. Sudah persiapkan semuanya. Dari pengganti pembalut sampai minyak kayu putih untuk memghilangkan bau. Dan ternyata yang dikhawatirkan terjadi, pagi di Ranu Kumbolo aku datang bulan.

Oro-oro Ombo

Berharap melihat kecantikan bunga-bunga Verbena. Oh iya selama ini ternyata kita salah menyebut bunga ini degan bunga Lavender. Yang berwarna ungu di oro-oro ombo adalah bunga Verbena. Berbeda dengan bunga Edelweis yang endemik dan dilindungi, Verbena adalah tumbuhan musiman yang bereproduksi secara seksual dengan biji, penyebarannya yang tak terkendali dapat mengganggu ekologi. Terlepas dari itu semua saya gagal melihatnya mengungu, hanya kekeringan gersang menghiasai perjalanan di oro-oro ombo.
Oro-oro Ombo
Oro-oro Ombo dengan Verbena yang Mengering

Cemoro Kandang

Sampai di Cemoro Kandang untuk mengalihkan rasa kram di perut aku tetap mengunyah permen karet. Untung saja setelah tanjakan cinta jalan menuju cemoro kandang stabil tidak ada tanjakan. Yang lain beli semangka dan gorengan aku duduk-duduk saja di potongan pohon yang digunakan untuk duduk meski tidak merubah bentuk aslinya. Sembari menanti Silvi dan Juna yang masih dibelakang, tampaknya kaki Silvi kambuh lagi.
Cemoro Kandang
Luki

Jambangan

Menuju jambangan berangkat bersama kembali tetapi perlahan terbagi menjadi tiga kelompok lagi, Catur, Dwi, Luki, dan Mas Heri di depan. Aku, Dodik dan Rio menyusul sedangkan Juna dan Silvi di belakang. Jalannya terus nanjak tapi tidak membuat mengeluh. Sampai atas sebelum jalannya berubah menurun ada sinyal tetapi hanya telkomsel, hanya di area itu saja. Sampai di Jambangan teman-teman sudah duduk-duduk bersama beberapa rombongan pendaki lain.
Jambangan
Pemandangan di Jambangan
Lama, Juna dan Silvi tak juga menampakkan hidungnya. Kelompok pertama tadi berangkat terlebih dahulu ke Kalimati untuk mendirikan tenda. Bukan tenda biru ya, eeeaa maap receh wkwk. Aku bertiga masih menanti Juna dan Silvi. Dodik coba bertanya pada pendaki yang baru tiba di pos Jambangan, katanya dia mendahului jauh belum sampai di tempat ada sinyal. Masih menunggu, sampai akhirnya Dodik kembali untuk menyusul, aku dan Rio duluan ke Kalimati. Rio membawa dua tas.
Porter Gunung Semeru
[Bukan] Porter Gunung Semeru

Kalimati

Jalan menuju Kalimati menurun tidak curam. Sampai di sana tenda sudah berdiri, rasanya aku ingin segera tidur. Hari semakin sore tapi Dodik belum juga datang, kami menunggu sambil cerita-cerita, bercanda dan memakan sisa apel dalam tasku. Dari jauh Dodik sendirian, tampaknya berita buruk yang dibawa bersama tas kamera beserta isinya. Silvi tidak kuat lagi meneruskan perjalanan dan camp di antara Cemoro Kandang dan Jambangan. Juna meminta beberapa logistik, Catur si pejalan cempat mengantarkannya. Tidak berjalan lagi dia malah lari, emang keren adik kelaskku itu.
Kalimati
Pemandangan di Kalimati
Aku lupa siapa yang mengambil air di Sumber Mani yang kadang didatangi Panthera Pardus. Dan yang lain memasak. Setelah selesai ngopi dan makan, aku pasang alarm pukul 22.00 WIB.

Puncak Mahameru

Alarmku berdering, kami bersiap. Air, tisu, senter, sarung tangan, jaket hangat dan lain-lain. Aku pakai dua hem flanel lalu jaket hehe. Berdoa besama, lalu kami bersama dengan rombongan lain memulai perjalanan. Berbeda dengan sebelumnya perjalanan dari pos Kalimati aku merasa deg-degan. Senang gak nyangka gimana gitu. Mula aman belum begitu menanjak, aku mengunyah permen karet untuk mengurangi rasa haus dan mengalihkan pikiran capek. Lumayan, sesekali berhenti untuk mengatur nafas.

Drama dimulai saat menginjakkan kaki di kontur tanah berpasir, yang di injak pasti mrosot. Rasanya nggak sampai-sampai di puncak. Salah jalur segala, pengen nangis tapi sayang mataku nanti bengkak gak bisa lihat jalan apalagi mataku kan sipit. Pengen balik ke bawah gak ada teman, semua cowok ada cewek tapi gak kenal. Sayang juga tinggal dikit lagi.

Sesekali pas berhenti lihat langit, rasanya dekat banget sama bintang gemintang. Maha agung dan indahnya ciptaan Tuhan, ingin duduk membuat puisi tapi gak memungkinkan. Aku terlambat lihat matahari terbit di puncak. Aku sampai puncak sekitar jam 6. Sedangkan Dwi sudah sampai puncak jam 4, gokil kan. Tapi Alhamdulillah akhirnya sampai puncak, lega. Di puncak dingin banget dan aku simpulkan sendiri foto-foto yang bersliweran di instagram gak pakai jaket itu semua menahan dingin.
Mahameru Puncak Tertinggi Jawa
K.I.T.A
Puncak Mahameru
Alhamdulillah :)
Itulah perjalananku bersama teman-teman menuju Puncak Mahameru 3676 MdPL. Rumah memang bukan sekedar tempat untuk tidur dan bernaung tapi rumah membuat kita mengerti apa arti pulang dan pergi.

Comments